Senin, 25 April 2011

lsm Topan ri kab. Bekasi

Sekolah Negeri Lakukan Pungli, Kepsek Langsung Dipecat

Jakarta Medinas - Pemerintah akan mengambil tindakan tegas terhadap pihak sekolah negeri khususnya jenjang SD dan SMP yang melakukan pungutan liar (pungli). Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas), Fasli Jalal, menegaskan, jika sekolah-sekolah negeri itu terbukti melakukan pungli, maka kepala sekolahnya bisa langsung dipecat.

Menurut Fasli, pungli yang dilakukan sekolah neegri bisa dilaporkan ke Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, DPRD, ataupun Inspektorat Jendral Kemdiknas. "Bahkan kalau perlu kepala sekolah bisa langsung dipecat. Karena itu bukti kelalaian Kepsek yang telah melakukan pelanggaran aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat," ujar Fasli.

Lebih lanjut Fasli menjelaskan, untuk jenjang wajib belajar standar nasional  sembilan tahun, yakni SD dan SMP, pihak sekolah tidak diperkenankan lagi melakukan pungutan biaya kepada orang tua peserta didik. "Jika komite sekolah berkeinginan untuk menambah fasilitas sekolah seperti laboratorium atau lainnya, ya silahkan saja. Tapi harus diingat, harus dibahas secara jelas,  siapa yang bersedia membayar dan tidak boleh diwajibkan untuk membayar,"             papar Fasli.

Bahkan Fasli juga menegaskan, sekolah negeri juga dilarang melakukan berbagai bentuk kegiatan bisnis yang mengarah pada komersialisasi seperti melakukan jual beli buku atau seragam sekolah kepada murid dengan tujuan memperoleh pendapatan. "Bila dana bantuan operasional sekolah (BOS) ada kekurangan, maka harus ditambah oleh pemerintah daerah. Pemerintah juga sudah menetapkan bahwa sekolah negeri tidak ada pungutan lagi. Oleh karena itu sangat penting peran badan pengawasan pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan                                                                          Daerah untuk melakukan pengawasan," imbuhnya.

Ditambahkan, harus ada pengawasan terhadap sekolah gratis penerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sebab, jenjang sekolah yang termasuk dalam kategori penerima dana BOS tidak boleh memungut biaya lain.

Fasli juga menegaskan, setiap murid sekolah negeri mendapatkan buku ajar gratis. "Semuanya sudah disediakan gratis oleh pemerintah dan sekolah tidak perlu mengada-ada memberlakukan pungutan biaya apapun," tandasnya.

Namun menurut Team Operasional Penyelamatan Asset Negara Republik Indonesia (TOPAN-RI), MPA. Mangunsong, SH, menyatakan bahwa masih saja ada pungutan liar di jenjang sekolah SD/SMP, terutama menjelang tahun ajaran baru. Disebutkannya, besarnya pungutan berkisar antara 450 hingga 500 ribu rupiah, Bahkan lebih. 

“Biasanya setelah siswa diterima masuk, lalu orang tua diajak rapat, nanti disosialisasikan pungutan, dan berdasarkan pengaduan mereka merasa dijebak,” ujarnya.

Mangunsong menambahkan, wujud pungutan tersebut dapat bermacam-macam, mulai dari uang bangunan, uang buku, uang pensiun guru dan sebagainya. “Jika sekolah tidak menyampaikan pertanggungjawaban maka itu masuk ke dalam pungutan liar,” terangnya.

Menurutnya, pungli banyak di sekolah karena tidak terbukanya sistem pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS). Baik pihak orang tua murid, komite sekolah atau guru sekalipun, banyak yang tidak mengetahui pengelolaan APBS tersebut. “Yang tahu pengelolaan APBS itu hanya tiga pihak, yaitu kepala sekolah, bendahara sekolah dan Tuhan. Bahkan komite sekolah yang harusnya berpartisipasi dalam pengelolaan APBS, hanya mampu berfungsi sebagai legislator saja bahkan kepanjangan tangan kepala sekolah,” ungkapnya. (YAT).

3 komentar:

  1. memang banyak sekolah bahkan hampir semua sekolah mengadakan jual buku LKS,,, tapi itu semata - mata untuk kepentingan siswa,,,

    tidak benar jika sekolah menjual buku hanya untuk kepntingan guru atau mencari keuntungan sendiri.
    coba bayangkan jika tidak ada buku penunjang seperti LKS, apakah setiap hari siswa harus menulis soal untuk dikerjakan?? bagaimana jika soal-soal tersebut dalam bentuk soal cerita???? atau soal bergambar??
    bagaimana tidak repot siswa dan guru yang setiap hari harus menulis??

    jika hanya mengandalkan dana bantuan operasional sekolah, itu tidak akan mencukupi,, karena dana BOS sudah dianggarkan menurut jumlah siswa,, bukan menurut kebutuhan sekolah,,, jika di hitung setiap tahun ajaran baru sekolah harus membelikan buku untuk siswa yang harganya ambilah paling mahal 5000/buku dikalikan jumlah siswa di sekolah paling sedikit 300 siswa dari kelas 1 - 6, itu untuk 1 mata pelajaran?? coba kita hitung 1 buku 5000 x 12 mata pelajaran x jumlah siswa ( 300 orang ) = 18.000.000,- bayangkan jika dana bos di sekolah itu hanya 32jt/3bln dibelanjakan buku sebanyak itu???
    maka di awal tahun ajaran baru sekolah sudah tidak punya anggaran operasional, belum lagi dana BOS selalu tidak tepat waktu dalam penyalurannya???? contoh, menjelang ujian nasional dana bos belum juga ada,, lalu bagaimana sekolah bisa membiayai ujian????

    BalasHapus
  2. memang ginilah kerjaan LSM, lembaga suka mencari masalah, meruncing masalah, ujung-ujungnya duit, plookk tertutup tuh mulut, hehehe. .
    Udah lah bubarkan diri kalian, cari kerja yang pasti, kerjaan kayak gini nggak baik, nggak bakalan kaya, hakam-hukum-hakam-hukum taik kucing ya, hehehe

    BalasHapus
  3. gimana pak yayat kabarya? nhi akunya pak wasiman yg baru buat web.setya topan ri indramayu, sll jaya

    BalasHapus